Monday, February 9, 2015

SKENARIO KEMATIAN

Tulisan ini kubuat sekitar beberapa tahun yang lalu, saat aku benar-benar kecewa dengan hidup dan orang-orang sekitarku, tak peduli bagaimana pendapat orang lain, ya aku memang sudah gila, aku sudah mati rasa. tapi sekarang aku sudah mampu mengatasi semua rasa kecewa dan terus membangun semangat baru namun tetap masih dalam kondisi labil. aku mungkin memang butuh psikiater untuk mengobati jiwaku yang sakit dan sakau ini atau untuk melepaskan segala duka lara ku ini.
ini dia SKENARIO KEMATIAN, selamat menikmati

Aku sering membayangkan mati dengan pergelangan tangan teriris diatas tempat tidurku, di kamar kos ini. Aku akan menutup jendela kamarku, mengunci pintu menghidupkan lampu dan membiarkan hpku hidup. Hingga kemudian tetanggaku, maksutku penghuni kamar kos yang lain mulai curiga kenapa aku tak pernah kelihatan lagi, padahal sering terdengar olehnya dering hpku di dalam kamar, juga setiap malam dilihatnya lampu kamarku tetap hidup dan saat melewati kamarku dia juga merasa heran kenapa kamarku tidak terkunci dan dia tak sekalipun mendengar suaraku dalam satu hari ini.
            Satu  hari telah berlalu dan aku masih bisa melihat wajah pucatku dengan mata tertutup dan dengan bibir tersenyum getir yang menandakan penderitaanku serta tangan yang menguarkan darah, mengeluarkan tetes demi tetes penderitaanku, aku duduk disisi ranjang melihat tubuhku yang tak bernyawa lagi di atas tempat tidur ini, kulihat jasadku dan tersenyum akhirnya aku lepas dari semua penderitaan dunia ini. Kemudian sikecil Dira mulai cemas dan kecarian akan diriku karena tak punya teman untuk diajak bermain, cucu ibu kos itu memang dekat sekali denganku.
            Berulang kali dia mencoba menghubungiku, ponselku diatas lemari menjerit-jerit tertulis nama gadis kecil itu disitu, aku ingin menjawab panggilan itu tapi aku selalu gagal karena tanganku tak dapat menyentuh hp itu. Sedikit tentang dira,  dia gadis kecil yang mempunyai otak sedikit licik dan cerdik, anak zaman sekarang memang sangat berbeda sekali dengan zaman-zaman kecilku dulu, dira berbeda sekali denganku sewaktu kecil, waktu kecil aku selalu menjadi anak yang penurut dan pemalu sementara dira kecil tak ubahnya seperti belanda, setiap pertanyaannya adalah menjajah, jika tak diikuti mengancam atau menyebutku dengan sebutan payah “ ya om Edo payah, gak gaul, gak ini, gak itu” dan banyak lagi sebutan aneh yang sebenarnya belum pantas diucapakan oleh mulut gadis kecil itu.
                        Kami juga sering makan bakso bersama, bakso wak Dun yang sering lewat didepan kos, atau sekedar mencicipi bakso siomay yang dijual dengan tusuk lidi dengan saos tomat. Berulang kali dira menghubungiku hingga akhirnya dia menyerah karena tak mendapatkan jawaban dariku. Kemudian tetanggaku mulai menyadari sudah terjadi sesuatu dengan diriku, dia menghampiri kamarku dan mengetuk pintu sambil memanggil namaku berulang kali, aku menjawab dan tentu saja dia tak bisa mendengarnya, ditariknya gagang pintu dan terkunci dari dalam, menyadari ketidak beresan itu dia mencoba mencari-cari celah lewat dinding kamarku namun tak satupun celah yang ditemukannya, tiba-tiba hidungnya mengendus-ngendus bau tidak sedap tapi yang terpikir olehnya saat itu adalah bau sungai disamping kamar kos kami, padahal jika dia menyadarinya saja itu adalah bau darah.
            Semakin lama bauitu semakin tajam dan menyengat rasa curiga membuatnya memberanikan diri menceritakan perihal aku pada ibu kos dan saat itu sikecil dira juga mendengarkan langsung menyahut “ iya dira telpon-telpon om edo gak pernah diangakat” . ibu kos menyuruh anaknya memeriksa kamarku, berulang kali mereka memanggilku, namun tak ada jawab dari dalam kamarku.  salah satu dari mereka berkata “nanti dia pingsan kayak waktu itu”, “mungkin” sahut yang lainnya. Sedikit kesal anak bu kos membuka paksa pintu kamarku namu gagal karena terkunci dari dalam,. Kemudian dia membolongi pintu hingga tanganya bisa masuk dan melepaskan pengunci pintu.
            Pintu dibuka sangat pelan, hati semua orang dipenuhi tanda Tanya yang teramat besar, Aroma tidak sedap segera menyeruak keluar, hampir semua mata yang berada didepan pintu kamarku mau meloncat dari kelopaknya melihat pemandangan didepan mereka, sikecil dira menjerit, teman-teman kos yang lain menutup mulut tak percaya, anak ibu kos muntah-muntah dan ibu kos sendiri jatuh pingsan, semuanya terpaku dan kemudian panik, “lapor polisi” ucap seseorang . mereka tetap memandangi jasadku yang tergeletak diatas tempat tidur dengan tangan hampar jatuh kelantai dan mengeluarkan darah. Bisa kulihat raut wajah semua orang disana, tak percaya aku akan melakukan hal sekeji itu, hati mereka bersuara ada yang tak percaya dan ada  yang sedih. Kudekati wajah-wajah mereka yang pucat dan tentu saja mereka tak bisa melihatku, kemudian aku menangis karena melihat ibu kos terbaring karena pingsan, aku merasa bersalah karena membuatnya repot dengan kejadian ini.
            Tak ada yang berani menyentuh jasadku hingga beberapa saat kemudian polisi dan ambulan datang , semua orang kulihat panik dan  hiruk pikuk, suara sirene ambulan mengaung-ngaungkan kesedihan. Tubuhku dimasukan kedalam suatu kantung plastik hingga kemudian diangkat menuju ambulan, sebelum kamarku diberi police line beberapa polisi dan anak ibu kos sempat membaca beberapa tulisan yang kutancapkan di dinding kamar, tulisan itu ku bikin diatas tiap kertas a4 dan menancapkannya di dinding kamarku, tulis itu menggambarkan isi hatiku, sad, cry, desperate, ugly, lonely, jobless, love sex, happy, smile, hypocrite, hate, lost, missing, alone, dance and dream, hope and tear”, dan banyak lagi. Lalu salah seorang diantara mereka berkata, dia tertekan, lalu anak ibu kos menyahut tapi dia kelihatan baik-baik saja , selalu ramah dan tersenyum meski jarang berbicara, polisi yang tadi berkata lalu melihat fotoku yang tergantung di dinding , ya dia memang tipe pendiam dan penyimpan rahasia, dia juga sangat sensitive katanya sambil melihat lagi pada fotoku, aku hanya bisa terdiam disudut kamar, tiba-tiba saja persaaan tak nyaman merasukiku, aku tak suka mereka menyentuh barang-barang dikamarku, lalu salah seorang polisi mengamankan pisau yang tergeletak dilantai kedalam sebuah plastic dan kemudain tanpa diketahui siapapun dia mengambil diary ku. Aku mencoba menghalanginya tapi tentu sja aku tak bisa karena aku tak bisa menyentuh apapun,.
            Kamarku diberi police line , jasadku dibawa kerumah sakit terdekat untuk melakukan visum, ambulance bergerak cepat dengan nauangan kesedihan, aku meluncur cepat menuju ambulan dan dengan gampangnya aku menaiki mobil tersebut meski tengah melaju, aku duduk di samping kepala jasadku,  kulihat dua orang perawat dan anak ibu kos duduk terdiam. “ pasti dia stress ucap seorang perawat” “ iya sayang sekali ya padahal dia masih muda dan kelihatannya seperti orang baik-baik” ucapa perawat yang satu lagi. Aku mendengar semua itu dan mendengar juga suara hati anak ibu kos yang mengutukku karena membuat masalah di rumahnya. Air mataku berlinanagan dan kemudian menangis mendengar kata-kata hati anak ibu kos dan kata dua orang perawat itu, padahal aku telah menjadi arwah yang penasaran namun masih saja cengeng, payah!!!
            Aku melayang dan terus melayang saat jasadku telah sampai dirumah sakit hingga berhenti tepat berada di atas atap rumah sakit, aku duduk ditempat itu, karena memang aku suka dengan tempat yang tinggi, tapi ajaibnya pandanganku mampu menembus kedalam rumah sakit hingga aku bisa melihat semua kegiatan didalamnya, begitupun kemana mereka membawa jasadku, kesebuah ruangan yang penuh dengan jasad-jasad orang yang tak kukenal setelah hasil visum menyatakan bahwa aku murni bunuh diri.
            Aku telah duduk disana semalam suntuk dan tiba-tiba saja aku rindu akan kamar kosku, aku segera melayang ketempat itu, tak ada siapa-siapa diruangan itu, penghuni yang lainpun tak kelihatan entah kemana, mungkin mereka takut pikirku, hanya police line saja yang terbentang disana, aku masuk kekamarku, kupandangi isi kamarku, membaca semua tulisan-tulisan yang penah kutempelkan didinding kamarku, kulihat tumpukan buku-buku dan baju-baju dilemari itu serta album fotoku, lagi-lagi aku menangis memandangi foto-foto itu, ada senyumku yang manis disana, senyum yang selalu menjadi senjata dan kekuatanku, senyum yang selalu kuberikan kepada setiap orang semasa hidupku, senyum yang mampu menambah umurku walau akhirnya senyum itu kalah oleh takdir yang lain, bunuh diri!!!!
            Ku tatap semua album foto itu dan kemudian tersenyum aku telah bebas telah lepas dari derita dunia lirihku. Ada foto teman-temanku ku ucapkan selamat tinggal pada foto-foto itu, kupandangi lagi kesekeliling, kasurku, bonekaku, bantalku, kalian yang tahu apa yang terjadi dalam hidupku,lirihku pada benda-benda itu. Kemudian seperti ada yang memanggil-manggil namaku, aku melayang dan terus melayang hingga ke asal arah suara itu, kerumah sakit. Kulihat ayah, ibu dan adiku serta beberapa saudaraku tengah menangis didekat jasadku, ibu yang paling merasa kehilangan diantara semua itu, tiba-tiba rasa muak muncul dihatiku, aku benci dengan mereka semua, aku kecewa dan tak ingin melihat mereka, “kalian terlambat lirihku”  aku ingin berajak pergi dari tempat itu namun rasanya aku sama sekali tak punya kekuatan melakukan semua itu, aku tak berdaya.
Kulihat ibu menatap wajah pucatku sambil memegangi tanganku, dia tak berkata apa- apa selain menangis tapi aku bisa mendengar suara hatinya berbicara, dia meminta maaf dan menyesal telah mengabaikanku seumur hidupku, dia tak bisa memaafkan dirinya yang telah menyia-nyiakan aku, dia memegang tangaku erat-erat berharap aku hidup kembali, dalam hatinya terus memohon pada Yang Maha Pencipta agar aku bisa merasakan sentuhannya, rasa hangat yang dialirkannya , dia meminta pada Yang Maha Kuasa untuk menggantikan nyawanya dan memberikannya padaku. Aku mendegar semua itu, hatiku luluh untuk wanita yang sama menderitanya denganku,. Maafkanlah dirimu ibu ucapku lirih berderai air mata.
Kemudian kudengar suara hati ayahku suara yang tak pernah kudengar sebelumnya dia menyesal karena tak pernah memberitahuku jika dia bangga dan sayang padaku, matanya memerah akhirnya tumpah kepipinya dan segera dihapusnya, lelaki itu memang paling benci dengan air mata. Aku tersenyum ayah tak pernah berubah pikirku, lalu kudengar lagi kata hatinya, “akhirnya aku kehilangan putraku satu-satunya untuk selamanya, tujuh tahun kita berpisah dan bertemu dalam keadaan menyedihkan seperti ini, maafkan aku anaku.” Aku terharu mendegar kata-kata itu aku menangis dan berkata lirih, kenapa baru sekarang, kenapa saat aku sudah tak ada lagi, kenapa baru sekarang merasa kehilanganku.  Aku menggigil dan kedua kakiku rasanya lemas tak berdaya.
Kemudian kudengar lagi suara hati adiku, saudara perempuanku satu-satunya, “sekarang aku benar-benar sendiri, sekarang siapa lagi yang akan cerewet padaku akan masalah rambutku, kebersihan rumah dan sekolahku, siapa lagi? Kau bahkan tetap begitu padaku salama tujuh tahun ini meski sekalipun kita tak pernah bertemu, kau bahkan tak pernah bercerita masalahmu padaku,kau satu-satunya saudaraku, meskipun kadang aku cuex bukan bebarti aku tak memperhatikanmu, aku melakuakan smua itu karena memang sifatku yang pendiam”.
Aku masih terus menangis kemudian kudengar suara hati seorang teman yang amat kukenal, maimuna sahiba, maaimuna sahiba yang baik dan sering menolongku dari kesusahan, “ finnaly kau pergi juga, kau bahkan tak cerita apa masalahmu,  kenapa? Dasar gadis bodoh umpatnya untuku, kau bilang mau mengalahkan dunia sialan ini bersamaku, kau bilang mau jadi temanku selamanya, tapi kau malah meninggalkanku, menipuku dengan cara kampungan itu, bahkan kau masih punya utang yang belum kau bayar padaku, dasar kau gadis bodoh”, umpatnya lagi, dia terus mengumpat dan terus menyebutku sebagai gadis dalam keadaan seperti itu, dasar “rude boy” lirihku, namun dia  merasa kehilangan, bisa kulihat dia menghapus air matanya. Kemudian datang suara hati etekku, “kau bilang kau baik-baik saja, kau sembunyikan semuanya dariku, kau bohongi aku,” kulihat etek dan zul fadli menagis.
Aunty rini juga datang, dia hanya mengirimkan doa untuku dan dia yang tau bagaimana menderitanya aku walau tak sepenuhnya dia tahu tapi dialah yang paling banyak tahu apa yang terjadi dalam hidupku., selamat jalan anaku lirihnya. Saudara-saudaraku yang lain hanya terbengong dan dan tak bisa berkata-bata selain memndangi wajah pucatku, air mataku masih belum berhenti saat ibu kos datang melihatku  dia menyayangi kematianku padahal menurutnya aku anak yang baik. Tiba-tiba saja aku merasa ringan karena kata ajaib maaf, ya aku memaafkan semua yang terjadi dalam hidupku, maimunaaa teriakku, disurga akan kuganti hutangku  dan tentu saja dia tak mendengarnya.
 Tubuhku terasa ringan, kupandangi ayah, ibu, adik , teman dan semua orang disana. Aku tersenyum lalu perlahan tubuhku mulai lenyap seperti terhapus, aku tak bisa melihat kakiku lagi, perlahan tapi pasti sirna dan lenyap hingga aku benar-benar tak bisa lagi memandang wajah ibu, satu-satunya wanita yang kucintai didunia ini. Ku tunggu disurga mommy, maaf aku tak bisa membuatmu bahagia. I love you mom. Kemudian aku benar-benar hilang untuk selamanya.
Waktuku telah habis, rasa takut yang tiap hari melandaku juga sirna, kesepian yang  tak berujung juga berakhir, tangis sebelum tidur juga sudah selesai, menulis kisah sedih juga telah tamat, menyemangati diri sendiri tak perlu lagi, menahan hati dan persaan juga tak akan kulakukan lagi, paling tidak aku telah kehilangan satu penderitaan besarku di dunia sialan ini, urusan diakhirat biarlah tuhan yang menentukan vonis untukku, biarlah …..biarlah…..biarlah……
             Namaku xxxxxxxxxx, orang-orang kos memanggilku Edo, aku meninggal diusia muda meninggalkan sejuta kenangan pahit dan sejuta impian dan harapan untuk orang-orang yang kucinta. Meninggalkan kisah sedih dibuku diaryku dan semua itu berawal dihari kelahiranku, hari yang seharusnya membuatku  merasakan kebahagiaan tapi kenyataannya pada setiap tanggal dan bulan itu, sesuatu yang buruk dan besar selalu terjadi padaku, kata ibuku aku berbulu buruk yang artinya bernasib sial.
Hujan selalu turun dihari kelahiranku sebagai tanda kesedihanku yang mendalam juga sebagai kenangan dalam hidupku, sebagai musik dalam tarian kesedihanku, inilah aku dan scenario kematianku.



No comments:

Post a Comment